Dalam beberapa kesempatan seminar dan
workshop sering ada pertanyaan dari peserta tentang bagaimana
MENGHILANGKAN RASA MALAS . Saya tegaskan bahwa sampai alam semesta
hancur lebur pun rasa malas itu tidak akan bisa kita hilangkan. Para
peserta bingung dengan jawaban saya itu. Dan bisa jadi ada beberapa di
antara anda yang membaca tulisan saya ini pun jadi bingung. Lho kok
motivator bilang begitu? Kan sudah saya bilang saya ini bukan motivator,
he he. Waktu dulu tahun 2007-2009 ketika saya ditanya demikian pasti
saya akan berikan TIPS TIPS JITU MENGHILANGKAN RASA MALAS weheeee keren
khaaan? Motivator gitu loooh. Dan soal tips-tips tersebut seringkali
saya sendiri GAGAL dalam mempraktekannya untuk diri saya sendiri. Hanya
berhasil di awal lalu tidak efektif lagi. Nah sering gagalnya
jurus-jurus yang saya pelajari membuat saya merenung apakah ada sesuatu
yang salah saya pahami tentang manusia ini? Khususnya tentang diri saya
ini? Mengapa ada suatu saat berpikir positif dan berperasan positif itu
sangat sulit dilakukan. Semakin saya lakukan semakin saya menderita.
Nampak di permukaan saya bahagia, tapi ada ketegangan jiwa yang
mengguncang saya.
.
Dulu saya meyakini bahwa “Kunci sukses
adalah ketika kita sudah MENGALAHKAN DIRI SENDIRI” Ternyata seiring
waktu saya menemukan jawaban yang lebih bijak. Kuncinya justru BUKAN
MENGALAHKAN DIRI SENDIRI melainkan BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI. Selama
ini saya telah terjebak pada dimensi TEKNIK saja dan melupakan tentang
FILOSOFI MANUSIA. Ya, soalnya waktu kuliah saya ini penggila filsafat,
sampe muak pokoknya. Setelah menerjuni dunia pengembangan diri ogah lagi
bahas filsafat, namun ternyata pengetahuan filsafat itu masih sangat
dibutuhkan. Akhirnya mulai saya menyelami kembali dimensi filsafat
khususnya mengenai filosofi manusia ini. AHA !!! Ini dia kuncinya.
Sebuah kenyataan bahwa MANUSIA ITU SEMPURNA. Sempurna ini merupakan
TANDA bahwa segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia SEMUANYA ya
memang HARUS BEGITU ADANYA. Artinya jika kita berupaya membuang segala
sesuatu yang sudah ada di dalam diri manusia ya sudah pasti tidak akan
bisa. Lha wong itu perlengkapan “onderdil” nya manusia kok mau dibuang.
.
.
Dalam pelatihan saya biasa mencontohkan
yang di awal tadi soal MALAS. Saya tanya kepada audience. “MALAS itu
BAIK atau BURUK?”. Biasanya 100 persen peserta akan menjawab BURUUUK
!!!. Saya tanya lagi, “Kalau RAJIN itu BAIK atau BURUK?. Serempak mereka
menjawab, “BAIIIK”. Kemudian saya tanya lagi, “Kalau MALAS KORUPSI?”.
Anehnya peserta menjawab, BAIIIK !! “Kalau RAJIN KORUPSI?”. “BURUUUK !!”
“Kalau MALAS MEMFITNAH ORANG?”. Peserta menjawab lagi, BAIIIK !!!.
“Kalau RAJIN FITNAH ORANG?”. “BURUUUK !!! Saya tanya lagi, “Kalau MALAS
IBADAH?”. Peserta menjawab, BURUUUK !!!. Saya tanya lagi, “Kalau MALAS
SEDEKAH?. Peserta menjawab, BURUUK !!. Jadi, MALAS itu BAIK atau BURUK?
RAJIN itu BAIK atau BURUK? Mereka bingung. Iya ya? Nah loh. Satu kata
akhirnya. TERGANTUNG !!! MALAS DALAM HAL APA DULU? RAJIN DALAM HAL APA
DULU?
.
Dari contoh tersebut jelas MALAS dan
RAJIN ini pada dasarnya NETRAL. Dan karena netral baik dan buruknya
tergantung situasi dan kondisinya, tergantung konteksnya. Lha kalo udah
tau gini terus masih berpikir MEMBUANG RASA MALAS ya saya kira itu
“rodho gendheng”. Lha wong itu perangkat kelengkapan kita kok mau
dibuang. Sekarang, bayangkan kalau anda TIDAK PUNYA RASA MALAS” dan anda
“TERLALU SANGAT SANGAT RAJIN”. Bisa-bisa anda workaholic dan memforsir
tubuh anda. Saat rekreasi jalan-jalan di pantai, anda tetap saja
memikirkan pekerjaan di kantor, saking rajinnya. Tapi juga sebaliknya
jika TERLALU MALAS ya BAHAYA!! Anda akan sering menunda pekerjaan dan
akhirnya semuanya berantakan. Di satu sisi malas bisa menurunkan
kualitas kita, di sisi lain sangat membantu kita agar bisa beristirahat
total.
.
Nah karena ketidaktahuan saat seseorang
malas ia berperang dengan rasa malas itu secara frontal dan berupaya
membuangnya. Bahkan ia membenci dirinya. Ia melabeli dirinya sebagai
PEMALAS. Kemudian ia sering melakukan afirmasi, SAYA RAJIN, SAYA RAJIN
!!! Saya tidak tau bagaimana dengan anda, tapi saya pribadi merasa
MENDERITA dengan cara ini. Memang badan bergerak, tapi jiwa ditekan
terus menerus. Kita tidak bisa menipu diri kok bahwa kadang kita
menganiaya diri sendiri atas nama BERPIKIR POSITIF. Kita tidak menyadari
bahwa sebenarnya kita sedang MELAWAN diri sendiri.
.
Bersambung ke bagian 2 …
.
.
Salam Hakikat …
ARIF RH
(The Happiness Consultant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar